Selasa, 30 Agustus 2011

MANUSIA DALAM PERSPEKTIF ISLAM


1. Hakekat dan Martabat manusia dalam Islam
Manusia adalah makhluk ciptaan Allah yang misterius dan sangat menarik. Dikatakan misterius karena semakin dikaji semakin terungkap betapa banyak hal-hal mengenai manusia yang belum terungkapkan. Dan dikatakan menarik karena manusia sebagai subjek sekaligius sebagai objek kajian yang tiada henti-hentinya terus dilakukan manusia khususnya para ilmuwan. Oleh karena itu ia telah menjadi sasaran studi sejak dahulu, kini dan kemudian hari. Hampir semua lembaga pendidikan tinggi mengkaji manusia, karya dan dampak karyanya terhadap dirinya sendiri, masyarakat dan lingkungan hidupnya.
Para ahli telah mengkaj i manusia menurut bidang studinya masing-masing, tetapi sampai sekarang para ahli masih belum mencapai kata sepakat tentang manusia. Ini terbukti dari banyaknya penamaan manusia, misalnya homo sapien (manusia berakal), homo ecominicus (manusia ekonomi) yang kadangkala disebut economic animal (binatang ekonomi), Al-insanu hayawanun nathiq (manusia  adalah hewan yang berkata-kata) dan sebagainya.
Al-Qur'an tidak menggolongkan manusia ke dalam kelompok binatang (animal) selama manusia mempergunakan akalnya dan karunia Tuhan lainnya. Namun, kalau manusia tidak mempergunakan akal dan berbagai potensi pemberian Tuhan yang sangat tinggi nilainya yakni pemikiran (rasio), kalbu, jiwa, raga, serta panca indera secara baik dan benar, ia akan menurunkan derajatnya sendiri menjadi hewan seperti yang dinyatakan Allah di dalam Al-Qur'an:
Artinya.... "mereka (jin dan manusia) punya hati tetapi tidak dipergunakan untuk memahami (ayat- ayat Allah), punya mata tetapi tidak dipergunakan untuk melihat (tanda-tanda kekuasaan Allah), punya telinga tetapi tidak mendengar (ayat-ayat Allah). Mereka (manusia) yang seperti itu sama (martabatnya) dengan hewan bahkan lebih rendah (lagi) dari binatang".(QS. Al-A'raf : 179)
Didalam Al-Qur'an manusia disebut antara lain dengan bani Adam (Q.S. Al-Isra':70), basyar (Q.S. Al-Kahfi :10), Al-Insan (Q.S. Al-Insan :1), An-Nas (Q.S. an-Anas (114):1). Berbagai rumusan tentang manusia telah pula diberikan orang. Salah satu diantaranya, berdasarkan studi isi Al-Qur'an dan Al Hadits, berbunyi (setelah disunting) sebagai berikut: Al-insan (manusia) adalah mahluk ciptaan Allah yang memiliki potensi untuk beriman (kepada Allah), dengan mempergunakan akalnya mampu memahami dan mengamalkan wahyu serta mengamati gejala-gejala alam, bertanggung jawab atas segala perbuatanya dan berakhlak (N. A Rasyid, 1983:19).
2. Kelebihan Manusia dari Makhluk Lainnya, Fungsi dan Tanggung Jawab Manusia dalam Islam
Bertitik tolak dan rumusan singkat itu, menurut ajaran Islam, manusia, dibandingkan dengan mahluk lain, mempunyai berbagai ciri utamanya adalah:
1.Mahluk yang paling unik, dijadikan dalam bentuk yang paling baik, ciptaan Tuhan yang paling sempurna.
Firman Allah :
Artinya : "sesungguhnya Kami telah menjadikan manusia dalam bentukyang sebaik-baiknya, "(QS.At-Tin:4).
Karena itu pula keunikannya (kelainannya dari mahluk ciptaan Tuhan yang lain) dapat dilihat pada bentuk struktur tubuhnya, gej ala-gejala yang ditimbulkan jiwanya, mekanisme yang terjadi pada setiap organ tubuhnya, proses pertumbuhan-nya melalui tahap-tahap tertentu.Hubungan timbal balik antara manusia dengan lingkungan hidupnya, ketergantungannya pada sesuatu, menunjukan adanya kekuasaan yang berada diluar manusia itu sendiri. Manusia sebagai mahluk ciptaan Allah karena itu seyogyanya menyadari kelemahannya. Kelemahan manusia berupa sifat yang melekat pada dirinya disebutkan Allah dalam Al-Qur'an, di antaranya adalah:
a. melampaui batas (Q.S. Yunus : 12),
b. zalim (bengis, kejam, tidak menaruh belas kasihan, tidak adil, aniaya ) dan mengingkari karunia (pemberian) Allah (Q.S. Ibrahim : 34)
c. tergesa-gesa (Q.s.Al-Isra': 11),
d. suka membantah (Q.s. Al-Kahfi :54)
e. berkeluh kesah dan kikir (Q.s. Al-Ma'arij : 19-21)
d. ingkar dan tidak berterima kasih (Q.s. A1-'Adiyat: 6).
Namun untuk kepentingan dirinya manusia ia harus senantiasa berhubungan dengan penciptanya,dengan sesama manusia, dengan dirinya sendiri, dan dengan alam sekitarnya.
2.      Manusia memiliki potensi (daya atau kemampuan yang mungkin dikembangkan) beriman kepada Allah.
 Sebab sebelum ruh (ciptaan) Allah dipertemukan dengan jasad di rahim ibunya, ruh
yang berada di alam ghaib itu ditanyai Allah, sebagaimana tertera dalam Al-Qur'an:
Artinya:" apakah kalian mengakui Aku sebagai Tuhan kalian? (para ruh itu menjawab) "ya,kami akui (kamisaksikan) Engkau adalah Tuhan kami"). (Q.S. Al-A 'raf: 172).
Dengan pengakuan itu, sesungguhnya sejak awal dari tempat asalnya manusia telah mengakui Tuhan, telah ber-Tuhan, berke-Tuhanan. Pengakuan dan penyaksian bahwa Allah adalah Tuhan ruh yang ditiupkan kedalam rahim wanita yang sedang mengandung manusia itu berarti bahwa manusia mengakui (pula) kekuasaan Tuhan, termasuk kekuasaan Tuhan menciptakan agama untuk pedoman hidup manusia di dunia ini.
Ini bermakna pula bahwa secara potensial manusia percaya atau beriman kepada ajaran agama yang diciptakan Allah yang Maha Kuasa.
3. Manusia diciptakan Allah untuk mengabdi kepada-Nya dalam Al-Qur'an surat az-Zariyat :
Artinya: "Tidaklah Aku jadikan jin dan manusia, kecuali untuk mengabdi kepada-Ku. " (QS.Az-Zariyat: 56)
Mengabdi kepada Allah dapat dilakukan manusia melalui dua jalur, jalur khusus dan jalur
umum. Pengabdian melalui jalur khusus dilaksanakan dengan melakukan ibadah khusus yaitu segala upacara pengabdian langsung kepada Allah yang syarat-syaratnya, cara-caranya (mungkin waktu dan tempatnya) telah ditentukan oleh Allah sendiri sedang rinciannya dijelaskan oleh Rasul-Nya, seperti ibadah salat, zakat, saum dan haji. Pengabdian melalui jalur umum dapat diwujudkan dengan melakukan perbuatan-perbuatan baik yang disebut amal saleh yaitu segala perbuatan positip yang bermanfaat bagi diri sendiri dan masyarakat, dilandasi dengan niat ikhlas dan bertujuan utuk mencari keridaan Allah.
4. Manusia diciptakan Tuhan untuk menjadi khalifah-Nya di bumi.
 Hal itu dinyatakan Allah dalam firman-Nya. Di dalam surat al-Baqarah: 30 dinyatakan bahwa Allah menciptakan manusia untukmenjadi khalifah-Nya di bumi. Perkataan "menjadi khalifah" dalam ayat tersebut mengandung makna bahwa Allah menjadikan manusia wakil atau pemegang kekuasaan-Nya mengurus dunia dengan jalan melaksanakan segala yang diridhai-Nya di muka bumi ini (H.M. Rasj idi, 1972:71).
Dalam mengurus dunia, sesungguhnya manusia diuji, apakah ia akan melaksanakan tugasnya dengan baik atau sebaliknya, dengan buruk. Mengurus dengan baik adalah mengurus kehidupan dunia ini sesuai dengan kehendak Allah, sesuai dengan pola yang telah ditentukan-Nya agar memanfaatkan alam semesta dan segala isinya dapat dinikmati oleh manusia dan makhluk lainnya. Kalau sebaliknya, pengurusan itu tidak baik, artinya tidak sesuai dengan pola yang telah ditetapkan Allah. Malapetaka, sebagai akibat salah urus akan dirasakan oleh manusia, juga oleh lingkungan hidupnya. Untuk dapat melaksanakan tugasnya menjadi kuasa atau khalifah Allah, manusia diberi akal pikiran dan kalbu, yang tidak diberi kepada makhluk lain. Dengan akal pikirannya manusia mampu mengamati alam semesta, menghasilkan dan mengembangkan ilmu, yang benihnya telah "disemaikan" Allah sewaktu mengajarkan nama-nama (benda) kepada manusia asal, waktu Allah menjadikan manusia (Adam) menjadi khalifah-Nya di bumi ini dahulu (Q.S. Al-Baqarah:31).
Dengan akal dan pemikirannya yang melahirkan ilmu pengetahuan dan teknologi, manusia diharapkan mampu mengemban amanah sebagai khalifah Allah. Dengan mengabdi kepada Allah (seperti disebut pada butir 3) dan mengemban amanah sebagai khalifah-Nya di bumi (butir 4), manusia diharapkan akan dapat mencapai tujuan hidupnya memperoleh keridhaan Ilahi di dunia ini, sebagai bekal mendapatkan keridhaan Allah di akhirat nanti.
Manusia yang mempunyai kedudukan sebagai khalifah (pemegang kekuasaan Allah) di bumi itu bertugas memakmurkan bumi dan segala isinya. Memakmuran bumi artinya mensejahterakan kehidupan di dunia ini. Untuk itu manusia wajib bekerja, beramal saleh (berbuat baik yang bermanfaat bagi diri, masyarakat dan lingkungan hidupnya) serta menjaga keseimbangan dan bumi yang di diaminya, sesuai dengan tuntunan yang diberikan Allah melalui agama. Alam semesta dan bumi dengan segala isinya telah diserahkan Allah kepada manusia sebagai amanah (kepercayaan) untuk dikelola, karena hanya manusialah yang diserahi dan berani bertanggungjawab memegang amanah Allah. Firman Allah:
Artinya : "Sesungguhnya kami telah,mengmukakan amanat, kepada langit, bumi dan gunung-
gunung, maka semua enggan untuk memikul amanat itu dan mereka khawatir akan mengkhianatinya, dan dipikullah amanat itu oleh manusia. Sesungguhnya manusia itu amat zalim dan amat bodoh. " (Q.S. Al-Ahzab :72).
Menurut Bintu Syati, nama samaran Profesor Aisyah Abdurrahman, (pakar tafsir dan pengajar di Universitas Ayn Syam Kairo, dan Qurawiyyin Maroko, sebagaimana dikutip Ensiklopedi Islam (1993, III: 164), perkataan al-amanah dalam ayat di atas lebih tepat kalau diartikan "ujian yang mengiringi suatu tugas kemerdekaan berkehendak dan bertanggungjawab mengenai pilihan." Semua makhluk kecuali manusia, hidup dan menjalani kehidupannya menurut Sunnatullah tanpa diberi amanah dan tanpa dimintai pertanggungjawaban tentang apa yangdilakukannya. Namun manusia, sebagai khalifah, bertanggungjawab atas segala perbuatannyayang dinilai dengan pahala dan dosa. Tanggungjawab ini bersifat pribadi, tidak dapat dibebankan kepada orang lain atau diwariskan. Amanah seperti ini tidak diberikan khusus kepada orang- orang beriman (mukmin) saja, tetapi juga kepada yng tidak beriman (kepada Allah) yang disebut non-mukmin. Mukmin dan non-mukmin, asal ia manusia, memegang amanah dan tanggungjawab yang sama. Apabila amanah dan tanggungjawab itu dilaksanakan dengan iman dan amal saleh menurut Sunnatullah dan ketentuan-ketentuan yang ditetapkan-Nya, jadilah manusia tetap menjadi mahkluk ciptaan Tuhan yang paling mulia dan sempurna. Tetapi jika keimanan dan amal saleh tidak membingkai (melingkari) amanah dan tanggungjawab itu dan dilakukan tidak menurut Sunnatullah dan ketentuan-ketentuan yang ditetapkan-Nya, perbuatan yang demikian ini memerosotkan derajat manusia menjadi makhluk yang hina (di depan pemberi amanah itu). Sebagai pemegang amanah yang bertanggungjawab, manusia sebagai khalifah Allah, memang mempunyai kemerdekaan untuk memilih apa yang diyakini atau yang tidak diyakini, merdeka untuk berkehendak, berbuat, berpikir dan berpendapat. Namun, kemerdekaan itu harus dipertanggung-jawabkan kelak. Karena kemerdekaan yang diberi Allah itu tidak boleh melampui batas-batas amanah dan tanggungjawab yang telah ditentukan-Nya baik yang terdapat dalam alam semesta maupun yang terkandung dalam firman-firman- Nya dalam ajaran agama pada umumnya, dan dalam Al-Qur'an pada khususnya".
5. Disamping akal, manusia dilengkapi Allah dengan perasaan dan kemauan atau kehendak.
Dengan akal dan kehendaknya manusia akan tunduk dan patuh kepada Allah, menjadi muslim.Tetapi dengan akal dan kehendaknya juga manusia dapat tidak percaya, tidak tunduk dan tidak patuh kepada kehendak Allah, bahkan mengingkari-Nya, menjadi kafir. Karena itu di dalam Al-Qur'an ditegaskan oleh Allah:
Artinya: "Dan katakan bahwa kebenaran itu datangnya dari Tuhanmu. Barangsiapa yang
mau beriman hendaklah ia beriman, dan barangsiapa yang tidak ingin beriman, biarlah ia kafir." (QS.Al-Kahfi: 29)
Dalam surat Al-Insan juga dijelaskan:
Artinya : " Sesungguhnya kami telah menunjukinya jalan yang lurus (kepada manusia), ada manusia yang syukur, ada pula manusia yang kafir ".(QS. Al-Insan : 3)
3 4 Pendidikan Agama Islam
Allah telah menunjukkan jalan kepada manusia dan manusia dapat mengikuti jalan itu dan dapat pula tidak mengikutinya. Memang dengan kemauan atau kehendaknya yang bebas ( free will ) manusia dapat memilih jalan yang akan ditempuhnya. Namun dengan pilihannya itu manusia kelak akan dimintai pertanggungjawabannya di akhirat, yaitu pada hari perhitungan mengenai segala amal perbuatan manusia ketika masih di dunia.
6. Secara individual manusia bertanggung jawab atas segala perbuatannya. Hal ini dinyatakan oleh Allah dalam Al-Qur'an :
Artinya: "Setiap orang terikat (bertanggung jawab atas apa yang dilakukannya."(QS. At-Thur : 21)
7. Berakhlaq. Berakhlaq adalah ciri utama manusia dibandingkan makhluk lain. Artinya manusia adalah makhluk yang iberikan Allah kemampuan untuk membedakan yang baik dengan yang buruk. Dalam Islam kedudukan akhlak sangat penting, ia menjadi komponen ketiga dalam Islam. Kedudukan ini dapat dilihat di dalam sunnah Nabi yang mengatakan bahwa beliau diutus hanyalah untuk menyempurnakan akhlak manusia yang mulia. Suri tauladan Nabi yang dilakukan semasa hidupnya seharusnya menjadi contoh bagi umat manusia terutama manusia yang beriman. Selain dari keteladanan Rasulullah, banyak butir-
butir tuntunan menuju akhlak mulia itu terdapat di dalam Al-Qur'an dan Al-Hadits. Butir-butir ajaran ini berlaku abadi, universal, sepanjang masa dan di mana saja. Kini kita akan membicarakan asal usul kejadian manusia menurut Islam. Di dalam Al-Qur'an cukup banyak ayat-ayat yang menerangkan tentang asal usul dan kejadian manusia. Antara lain ;
1. Firman Allah:
Artinya : "Bukankah telah lewat atas manusia suatu masa di mana ketika itu ia belum merupakan sesuatu yang dapat disebut. " (QS. Al-Insan : 1)
2. Firman Allah;
Artinya: padahal Dia sesungguhnya telah menciptakan kamu dalam beberapa tingkat kejadian (bertahab)(0S'.M<A:74!;
3. Firman Allah:
Artinya: Dan Allah menumbuhkan kamu dari tanah seperti tumbuh-tumbuhan. (QS. Nuh : 17)
4. Firman Allah:
Artinya: " Dan sesunggunya Aku (Allah) menjadikan manusia dari tanah liat." (QS. As-Shaffat.ll)
5. Firman Allah :
Artinya:"Dia (Allah) menciptakan Adam dari pada tanah, kemudian Allah berfirmankepadanya;"Jadilah engkau, maka jadilah (Adam menjadi manusia). (QS. Alilmrcm: 59)
6. Firman Allah :
Artinya:" Dan ingatlah ketika Tuhanmu berfirman kepada Malaikat; Sesungguh-nya Aku akanmenciptakan seorang manusia (Adam) dari tanah kering dan lumpur hitam." (QS. Al-Hijr : 28)
7. Firman Allah :
Artinya: " Dan sesungguhnya kami telah menciptakan manusia dari satu (saripati) dari tanah.Kemudian kami jadikan sari pati itu air mani (yang disimpan) dalam tempat yang kokoh (rahim).Kemudian air mani itu kami jadikan segumpal darah, lalu segumpal darah itu kami jadikan segumpal daging, dan segumpal daging itu kami jadikan tulang belulang, lalu tulang belulang itu kami bungkus dengan daging. Kemudian kami jadikan dia makhluk yang berbentuk lain.Maka Maha Sucilah Allah Pencipta Yang terbaik. "QS. Al-Mukminun : 12-14)
8. Firman Allah:
Artinya: " Maka apabila Aku telah menyempurnakan kejadian manusia dan telah Aku tiupkan roh-Ku kepadanya, hendaklah kamu(Malaikat) tunduk kepadanya dengan sujud. " (QS. Al-Hijr:29)
9. Firman Allah :
Artinya: "Dan dia yang telah menciptakan segala sesuatu yang Dia ciptakan dengan sebaik-baiknya, dan Dia menciptakan manusia dari tanah, kemudian Dia buat keturunannya dari suatu zat hidup dari air yang hina, kemudia Dia sempurnakan kejadiannya dan Dia tiupkan kepadanyaroh-Nya... " (QS. As-Sajadah : 7-9).
Dari ungkapan Al-Qur'an itu jelaslah bahwa manusia berasal dari zat yang sama yaitu tanah. Pada kesempatan lain Al-Quran mengatakan bahwa manusia diciptakan dari air, air (mani) yang terpancar dari tulang sulbi (pinggang) dan tulang dada (QS. At-Thariq: 6-7), begitu juga segala sesuatu (alam) yang (hidup) diciptakan oleh Allah berasal dari air. Hal ini menunjukkan bahwa kehidupan ini tidak terlepas dari air, artinya air merupakan sumber kehidupan di dunia ini. Dari berbagai ayat Al-Quran di atas, dapatlah ditarik kesimpulan bahwa manusia diciptakan oleh Allah dari tanah. Tanah yang diinjak-injak sehari-hari, tanah yang dijadikan tempat bercocok tanam, tanah yang kering dan yang basah, tanah yang dijadikan tempat hidup bagi cacing-cacing, tanah yang dijadikan sebagai bahan baku membuat genting, bata merah untuk membuat bangunan tempat tinggal, itulah bahan baku untuk kejadian seorang anak manusia dan tiap-tiap manusia tanpa terkecuali.Dimulai dari dari apa yang dimakan sehari-hari, misalnya nasi, gandum, jagung, sayur-mayur dan buah-buahan hingga daging, segala makanan yang dikonsumsi manusia itu tumbuh dan mengambil sari makanan dari tanah.
Di dalam segala makanan itu ada segala macam saringan yang ditakdirkan Allah atas alam. Di dalam makanan itu terdapat protein, karbohidrat, zat besi, berbagai macam vitamin dan zat-zat lain yang memang sangat diperlukan bagi keperluan tubuh manusia. Sehingga dengan makanan itu segala kebutuhan tubuh dapat tercukupi, makanan masuk ke dalam sistem pencernakan, kemudian makanan ini menjadi dua bagian, yaitu sari makanan dan sisa makanan yang akhirnya dibuang oleh tubuh. Sedangkan sari makanan tadi diproses lebih lanjut sehingga sebagain menjadi darah, hormon, air susu, lemak dan lain-lainnya termasuk air mani (bagi laki-laki) yang tersimpan dalam tulang sulbi dan ovum (sel telur) bagi perempuan yang tersimpan dalam tulang dada.
Dengan kehendak Ilahi bertemulah zat tampang dari laki-laki yang rupanya sebagai cacing yang sangat kecil, berpadu satu dengan zat mani pada perempuan yang merupakan telur yang sangat kecil. Perpaduan keduanya itulah yang dinamakan nuthfah. Kian lama kian besarlah nuthfah itu, dalam empat puluh hari. Dan dalam masa 40 hari mani yang telah berpadu, berangsur menjadi darah segumpal. Untuk melihat contoh peralihan berangsur kejadian itu, dapatlah kita memecahkan telur ayam yang sedang dierami induknya. Tempatnya aman dan terjamin, panas seimbang dengan dingin, di dalam rahim bunda kandung, itulah "qararin makin", tempat yang terjamin terpelihara.
Lepas 40 hari dalam bentuk segumpal air mani berpadu itu diapun bertukar rupa menjadi segumpal darah. Ketika ibu telah hamil setengah bulan. Penggeligaan itu sangat berpengaruh atas badan si ibu, pendingin, pemarah, berubah-ubah perangai, kadang-kadang tak enak makan. Dan setelah 40 hari berubah darah, dia berangsur membeku terus hingga jadi segumpal daging, membeku terus hingga berubah sifatnya menjadi tulang. Dikelilingi tulang itu masih ada persendian air yang kelaknya menjadi daginguntuk menyelimuti tulang-tulang itu.Mulanya hanya sekumpulan tulang, tetapi kian hari telah ada bentuk kepala, kaki dan tangan dan seluruh tulang-tulang dalam badan. Kian lama kian diselimuti oleh daging. Pada saat itu dianugerahkan kepadanya "ruh", maka bernafaslah dia. Dengan dihembuskan nafas pada sekumpulan tulang dan daging itu, berubahlah sifatnya. Itulah calon yang akan menjadi manusia. (Dudung Abdullah; 1994 :3) Tentang ruh (ciptaan-Nya) yang ditiupkan ke dalam rahim wanita yang mengandung embrio yang terbentuk dari saripati (zat) tanah itu, hanya sedikit pengetahuan manusia, sedikitnya juga keterangan tentang makhluk ghaib itu diberikan Tuhan dalam Al-Qur'an. "Dan (ingatlah), ketika Tuhanmu berfirman kepada para malaikat, "Sesungguhnya Aku akan menciptakan seorang manusia dari tanah liat kering yang berasal dari lumpur hitam yang diberi bentuk. Maka, apabila Aku telah menyempurnakan kejadiannya, dan telah meniupkan ke dalamnya ruh (ciptaan)Ku, maka tunduklah kamu kepadanya dengan bersujud (al-Hijr (15): 28-29). Yang dimaksud "dengan bersujud" dalam ayat ini bukanlah menyembah, tetapi memberi penghormatan. Al-Qur'an tidak memberi penjelasan tentang sifat ruh. Tidak pula ada larangan di dalam al-Qur'an untuk menyelidiki ruh yang gaib itu, sebab penyelidikan tentang ruh, mungkin berguna, mungkin pula tidak berguna. Dalam hubungan dengan masalah ruh ini Tuhan berfirman dalam surat al-Isra' :85 Artinya: "Mereka bertanya kepadamu (Muhammad) tentang ruh. Katakanlah (kepada mereka) bahwa ruh itu adalah urusan Tuhanku dan kamu tidak diberi pengetahuan kecuali hanya sedikit " (Mahmud Syalhut, 1980:116).
Firman Allah itu menunjukkan bahwa masalah ruh adalah urusan Tuhan sendiri dan akal manusia terlalu picik untuk memikirkan serta memahami kenyataan yang gaib mutlak itu. Penelitian tentang ruh telah pernah dilakukan secara ilmiah, namun sampai saat ini mereka yang pernah mengadakan penelitian itu masih belum dapat mengetahui hakikat ruh itu. Yang dapat diterangkan hanyalah gejala-gejalanya saja. Dari uraian singkat mengenai asal manusia itu dapatlah diketahui bahwa manusia, menurut agama Islam, terdiri dari dua unsur yaitu unsur materi dan unsur immateri. Unsur materi adalah tubuh yang berasal dari air tanah. Unsur immateri adalah ruh yang berasal dari alam gaib. Proses kejadian manusia itu secara jelas disebutkan dalam Al-Qur'an (dan Al-Hadits) yang telah dibuktikan kebenarannya secara ilmiah oleh Maurice Bucaile dalam bukunya Bibel, Qur'an dan Sains Modern terjemahan H.M Rasjidi(1978).
Al-Qur'an yang mengungkapkan proses kejadian manusia itu antara lain terdapat di dalam surat al-Mu'minun ayat 12-14 (sebagaimana dikutip pada halaman 25), secara ringkas adalah:
1. Diciptakan dari sari pati tanah (sulalatin min thin), lalu menjadi
2. Air mani ( nuthfah disimpan dalam rahim), kemudian menjadi
3. Segumpal darah (alaqah), diproses
4. Kami jadikan menjadi segumpal daging (miidhghah )
5. Tulang belulang ('idhamari)
6. Dibungkus dengan daging (lahmari).
7. makhluk yang (berbentuk) lain (janin ?).(QS. Al-Mukminun; 12-14)
8. ditiupkan roh (dari Allah) pada hari yang ke 120 usia kandungan
9. Lalu lahir sebagai bayi (QS. Al-Hajj ; 5)
10. Diajadikan pendengaran, penglihatan dan hati (QS. An-Nahl; 78)
11. Tumbuh anak-anak, lalu dewasa, tua (pikun) ( QS. Al-Hajj ; 5)
12. Kemudian mati (QS. Almukminun ; 15)
13. Dibangkit (dari kubur) di hari kiamat (QS. Al-Mukminun; 16)
Melalui sunnahnya, Nabi Muhammad menjelaskan pula proses kejadian manusia, antara lain dalam hadis berbunyi sebagai berikut:
Artinya: "Sesungguhnya, setiap manusia dikumpulkan kejadiannya dalam perut ibunya selama empat puluh hari sebagai nuthfah (air mani), empat puluh hari sebagai 'alaqah (segumpal darah) selama itu pula sebagai mudhgah (segumpal daging). Kemudian Allah mengutus malaikat untuk meniupkan ruh (ciptaan) Allah ke dalam tubuh (janin) manusia yang berada dalam rahim itu (H.R. Bukhari dan Muslim).
Dari ungkapan Al-Qur'an dan Al-Hadits yang dikutip di atas, kita dapat mengetahui bahwa ketika masih berbentuk janin sampai berumur empat bulan, embrio manusia belum mempunyi ruh. Ruh itu baru ditiupkan ke dalam janin setelah janin itu berumur 4 bulan (3 x 40 hari). Namun, dari teks atau nash itu dapat dipahami kalau orang mengatakan bahwa kehidupan itu sudah ada sejak manusiaberada dalam bentuk nuthfah (H.M. Rasjidi, 1984:5). Dari proses kejadian dan asal manusia menurut Al-Qur'an itu, Ali Syari'ati, sejarawan dan ahli sosiologi Islam, yang dikutip oleh Mohammad Daud Ali, mengemukakan pendapatnya berupa interpretasi tentang hakikat penciptaan manusia. Menurut beliau ada simbolisme dalam penciptaan manusia dari tanah dan dari ruh (ciptaan) Allah. Makna simbolisnya adalah, manusia mempunyai dua dimensi (bi- dimensional):dimensi ketuhanan, dan dimensi kerendahan atau kehinaan. Makhluk lain hanyamempunyai satu dimensi saja (uni-dimensional). Dalam pengertian simbolis, lumpur (tanah) hitam, menunjuk pada keburukan, kehinaan yang tercermin pada dimensi kerendahan. Disamping itu, dimensi lain yang dimiliki manusia adalah dimensi keilahian yang tercermin dari perkataan ruh (ciptaan)-Nya itu. Dimensi ini menunjuk pada kecenderungan manusia untuk mendekatkan diri kepada Allah, mencapai asal ruh (ciptaan) Allah dan atau Allah sendiri.Karena hakekat penciptaan inilah maka manusia pada suatu saat dapat mencapai derajat yang tinggi, tetapi pada saat yang lain dapat meluncur ke lembah yang dalam, hina dan rendah. Fungsikebebasan manusia untuk memilih, terbuka baik kejalan Tuhan maupun sebaliknya, ke jurang kehinaan. Kehormatan dan arti penting manusia, dalam hubungan ini, terletak dalam kehendak bebas (free will)nyauntuk menentukan arah hidupnya.Hanya manusialah yang dapat menentukan tuntutan dan sifat nalurinya, mengendalikan keinginandan kebutuhan fisiologisnya untuk berbuat baik atau jahat, patuh atau tidak patuh kepada hukum-hukum Tuhan.Ali Syari'ati lalu memberikan rumusan tentang filsafat manusia sebagai berikut:
Pertama, manusia tidak saja sama, tetapi bersaudara. Perbedaan antara persamaan dan persaudaraan adalah jelas. Persamaan menunjuk pada istilah hukum, sedang persaudaraan menunjuk pada esensi yang identik dalam diri seluruh ummat manusia terlepas dari latar belakang ras, jenis kelamin dan warna kulit. Persaudaraan berarti seluruh ummat manusia berasal dari asal-usul yang sama.
Kedua, terdapat persamaan antara pria dan wanita, karena mereka berasal dari sumber asal yang sama yakni dari Tuhan, kendatipun dalam beberapa aspek terdapat perbedaan-perbedaan (karena qadratnya atau karena bawaan sej ak lahir). Ali syari' ati tidak dapat memberi penafsiran yang mengatakan bahwa Hawa diciptakan dari tulang rusuk (kiri) Adam. Menurut Ali syari'ati wanita diciptakan dari esensi (hal pokok) yang sama dengan pria. Beliau mengutip firman Tuhan dalam surat Al-Qiyamah (75):37-39 yang terjemahan (lebih kurang) sebagai berikut/'Bukankah manusia itu dahulu berasal dari mani yang dipancarkan ke dalam rahim (37), kemudian menjadi segumpal darah; lalu Allah menciptakan dan menyempurnakan(proses kejadian) nya. Dan dari padanya Allah menjadikan laki-laki dan perempuan? Di dalam Al-Qur'an surat an-Nisa'(4) ayat 1 disebutkan bahwa laki-laki dan perempuan diciptakan dari satu nafs (nafsin wahidatin): jenis yang satu dan sama). Karena itu kedudukannya sama: yang satu tidak memiliki keunggulan terhadap yang lain. Dalam hubungan ini perlu dicatat bahwa Al-Qur'an tidak menyebut dengan jelas penciptaan Hawa (perempuan) dari tulang rusuk Adam (laki-laki). Dalam ayat yang dikutip di atas Al- Qur'an menyatakan kedudukan perempuan sama dengan kedudukan laki-laki. Akibatnya, hak dan kewajiban perempuan sama dan seimbang dengan hak dan kewajibanlaki-laki.
Ketiga, manusia mempunyai derajad lebih tinggi dibandingkan dengan Malaikat karena pengetahuan yang dimilikinya. Yang dimaksud adalah pengetahuan tentang nama-nama. Allah telah mengajarkan tentang nama-nama pada manusia, dan dengan demikian manusia memberi nama pada (benda) di dunianya, menyebutkan segala sesuatu dengan tepat. Tuhanlah yang menjadi guru pertama manusia, dan pendidikan manusia pertama bermula dengan menyebutkan nama-nama. Dengan kemampuan menyebut nama-nama itu dan dengan keberhasilan manusia menjawab pertanyaan Tuhan terbukti bahwa manusia lebih unggul dari Malaikat dan dari ciptaan Tuhan lainnya. Ilmu pengetahuanlah yang menjadi sumber keunggulan manusia dan karena itu pula ia mendapat amanah menjadi khalifah. Oleh karena pengetahuan itulah maka Malaikat bersujud kepada Adam (manusia) kecuali iblis.
Keempat, manusia mempunyai fenomena dualistis: terdiri dari tanah dan ruh ( ciptaan) Tuhan. Karena fenomena dualistis itu, seperti telah disebut di atas, manusia bebas untuk memilih. Dengan kebebasannya manusia bisa ke mana saja dapat memilih apa saj a, tetapi harus mempertanggung jawabkan pilihannya itu. Manusia adalah satu-satunya makluk yang bertanggung jawab terhadap nasib dan masa depannya, baik sebagai pribadi maupun sebagai anggota masyarakat. Manusia adalah pembuat sejarah. Dalam perjalanan sejarah, karena itu, manusia selalu bergerak ke spektrum yang mengarah ke jalan Tuhan. Di pihak lain manusia mengarah juga ke spektrum yang sebaiknya, yaitu ke jalan setan.Dalam tarik-menarik mengenai arah yang di tuju itu, manusia harus menentukan pilihannya. Denganakal yang merupakan anugerah Tuhan kepadanya, manusia dapat memilih apakah ia akan terbenam dalam lumpur kehinaan ataukah ia akan mengangkat dirinya menuju ke kutub mulia ke arah Allah. Terjadilah pertarungan terus-menerus dalam diri manusia. Pertarungan itu akan berakhir setelah manusia menentukan pilihannya (Mohammad Daud Ali: 1997:27). Dalam menentukan pilihan itulah, manusia memerlukan petunjuk. Petunjuk yang benar terdapat dalam agama Allah yang menciptakan manusia itu sendiri yaitu agama Islam. Mengapa agama Islam'!Sebabnya, karena agama Islam adalah agama yang tidak hanya berorientasi kepada dunia ini saja {:yang dilambangkan oleh kata ruh (ciptaan-Nya) itu} tetapi kepada keseimbangan antara keduanya.Hanya dengan agama yang mengaj arkan pemeliharaan keseimbangan antara dunia dan akhirat., manusia yang mempunyai dua dimensi atau bi-demensional itu akan mampu menetapkan pilihannya dan melaksanakan tanggung jawabnya di dunia ini dan di akhirat kelak. Dan memang, seperti yang diutarakan dalam Al- Qur'an, agama yang benar di sisi Allah hanyalah satu yakni (agama) Islam;
Artinya: "Sesungguhnya agama (yang diridhai) di sisi Allah hanyalah Islam. "(QS. Ali Imran: 19). Al-Qur'an adalah sumber agama Islam, mengandung berbagai ajaran termasuk tentang kehidupan manusia. Melalui Al-Qur ' an, manusia mengetahui siapa dirinya, dari mana ia berasal, dimana ia berada (sekarang) dan kemana ia akan pergi. Berangkat dari kalimat tersebut terakhir ini, pada uraian berikut (secara singkat) akan dijelaskan perjalanan hidup manusia yang dimulai dari-Nya. Manusia, kalau diamati perjalanan hidupnya, tanpa kecuali, melalui beberapa tahap, tahapan-tahapan itu ialah:
Pertama, manusia hidup dan berada di alam ghaib (para ahli ilmu kalam menyebutnya alam ruh). Di mana alam ghaib berada tidak ada manusia yang mengetahuinya dengan pasti. Manusia,seperti telah dikemukakan di atas, berasal dari sari pati tanah dan ruh (ciptaan) Tuhan. Tanah yang di atasnya tumbuh makanan yang diperlukan manusia untuk pertumbuhan akan kehidupannya tidak diketahui oleh manusia itu di mana persis letaknya. Manusia tidak dapat menunjukkan dengan pasti di mana tumbuh seluruh makanan yang dimakannya sehari-hari. Bagi manusia kepastian di mana letak tanah, tempat makanan yang dimakannya tumbuh, termasuk ke dalam kategori sesuatu yang ghaib, kendatipun sifatnya nisbi. Demikian juga halnya dengan tempat ruh ( ciptaan ) Allah sebelum ditiupkan ke dalam rahim wanita yang mengandung embrio (benih) manusia itu. Di mana tempatnya tidak ada manusia yang mengetahuinya dengan pasti, karena ia termasuk dalam kategori ghaib mutlak atau ghaib hakiki. Dengan demikian dapat dikatakan bahwa dalam tahap pertama, manusia hidup dalam alam ghaib (baik nisbi maupun hakiki) karena tidak diketahui tempatnya dengan pasti.
Kedua, pada tahapan ini kehidupan manusia sudah dapat diketahui dengan pasti yakni dalam kandungan seorang wanita. Lamanyapun hidup di dalam rahim dapat diperkirakan, sekitar sembilan bulan sepuluh hari. Perkembangan ilmu kandungan mutakhir telah memungkinkan manusia mengamati kehidupan awal manusia dalam kandungan seorang wanita. Bukan hanya keadaannya, tetapi juga jenisnya sudah dapat diketahui (walaupun baru bersifat dugaan, tidak bisa memastikan). Di dalam rahim wanita itu manusia hidup dari sari makanan yang dimakan oleh ibunya. Semua perasaan, gerak dan perbuatan ibunya, menurut ilmu jiwa modern, mempunyai pengaruh terhadap manusia yang ada dalam kandungan wanita itu. Dan setelah sampai waktunya, lahirlah janin ke alam dunia.
Ketiga, merupakan tahapan kehidupan manusia yang sangat menentukan masa depan kehidupan tahap berikutnya. Yang menarik adalah setiap bayi normal dan sehat akan menangis begitu keluar dari kandungan ibunya, sedangkan keluarga yang menanti kehadirannya semua tertawa. Makna simbolis tangis seorang bayi itu adalah manusia yang baru lahir ke alam dunia "merasakan tantangan yang akan dihadapinya" berupa romantika hidup baik berupa suka duka, romantisme silih berganti dalam kehidupan tahap ketiga itu nanti. Islam mengajarkan, bila setiap manusia yang baru lahir diadzankan pada telinga kanannya,dibisikkan kalimat-kalimat seruan agar berkomunikasi dengan Allah Penciptanya, melakukan shalat sebagai tugas utama dan kewajiban dalam hidupnya di dunia, berlomba dalam menunaikan kebajikan atas nama keagungan Allah.
Lalu dibisikkan pula suara iqamat pada telinga kirinya, ini mengandung makna bahwa tugas utama dalam hidup yaitu shalat (beribadah) dan menunaikan kebajikan itu segera dilaksankan dalam waktu yang sangat singkat (bebarapa tahun kemudian setelah menginjak dewasa). Manusia yang hidup di alam dunia akan menghadapi berbagai ujian. Untuk menghadapiujian yang diiringi dengan tarik menarik antara bisikan syetan dan malaikat, manusia diberi oleh Allah akal untuk menimbang dan agama sebagai pedoman.
Manusia dengan akal dan kebebasannya, boleh memilih menerima atau menolak pedoman hidup yang diberi Allah. Baik memerima ataupun menolak pedoman hidup itu, manusia tetap akan dimintai pertanggungjawaban kelak dalam tahap kehidupan yang kelima yang disebut kehidupan akhirat. Dan setelah sampai waktunya, ruh (ciptaan) Allah yang merupakan hakikat manusia itudipisahkan malaikat Izrail (malaikat maut) dari tubuh manusia. Terjadilah kematian. Kematian, pada hakikatnya, adalah perpisahan ruh dengan jasad yang bersatu pada diri manusia selama waktu tertentu. Setelah ruh berpisah dengan tubuh, jasad manusia yang berasal dari tanah, dibesarkan dengan makanan yang tumbuh di tanah, dikuburkan kedalam tanah, sedang ruh (ciptaan) Allah di tempatkan di alam barzah (tempat antara masa kehidupan dunia dan masa kehidupan akhirat). Masuklah kehidupan (ruh) manusia ke tahap keempat.
Keempat, di alam ini ruh menunggu sampai dunia kiamat (berakhir).
Kelima. Setelah itu semua manusia yang pernah hidup di dunia dibangkitkan (dihidupkan kembali)untuk diperiksa, dihitung (dihisap) segala amal perbuatannya selama kehidupan tahap ketiga, disuatu tempat yang disebut Padang Mahsyar (tempat manusia dikumpulkan seperti manusia berkumpul di suatu tempat waktu melakukan ibadah haji di Padang Arafah).Berdasarkan keimanan dan ketaqwaannya, amal saleh atau amal salah yang dilakukan oleh manusia baik sebagai abdi maupun sebagai khalifah selama hidup di dunia ditentukanlah nasib manusia itu. Yang beriman dan taqwa, mengikuti pedoman yang diberi Allah dan melaksanakannya, dimasukan kedalam jannah yang disebut surga yaitu alam akhirat tempat (ruh) manusia mengenyam kebahagiaan sempurna sebagai balasan pahala amal salehnya selama hidup di dunia. Sebaliknya, jika manusia tidak beriman dan tidak bertaqwa serta melakukan amal salah selama hidupnya di dunia dimasukkan ke dalam nar yang disebut juga dengan neraka yaitu tempat penyiksaan dengan api menyala untuk orang yang tidak beriman dan tidak pula bertaqwa, beramal salah penuh dosa selama dalam kehidupan di dunia. Dalam tahap kelima ini (ruh) manusia akan hidup abadi, kekal selama-lamanya.
Dari uraian tersebut di atas dapatlah disimpulkan bahwa manusia adalah mahluk ciptaan Allah yang terdiri dari jiwa dan raga, berwujud fisik dan ruh (ciptaan) Allah. Sebagai makhluk Ilahi hidup dan kehidupannya berjalan melalui lima tahap, masing-masing tahap disebut "alam" yaitu:
1. Di alam gaib (alam ruh/arwah)
2. Di alam rahim
3. Di alam dunia (yang fana ini)
4. Dialambarzakhdan
5. Di alam akhirat (yang kekal = abadi) yakni alam tahapan terakhir hidup dan kehidupan (ruh)manusia. Dari kelima tahapan kehidupan manusia itu tahap kehidupan ketiga yakni tahap kehidupan di dunia merupakan tahap kehidupan yang menentukan (melalui iman, takwa, amal dan sikap) nasib manusia dalam tahap-tahap kehidupan selanjutnya (4 dan 5) dan tempatnya di akhirat nanti. Karena pentingnya kehidupan manusia di dunia, maka selama hayatnya di alam fana ini, seperti
telah disebut di atas, manusia di karuniai Allah dengan berbagai alat perlengkapan dan bekal supaya manusia dapat melaksanakan tugasnya sebagai abdi dan sebagai khalifah Allah di bumi (dunia) ini. Selain itu, Allah juga meberi kepada manusia pedoman hidup yang mutlak kebenarannya, agar kehidupan manusia dapat selamat sejahtera di dunia ini dalam perjalanannya menuju tempatnya yang kekal di akhirat nanti. Pedoman itu adalah agama. Namun, sebelum membicarakan soal agama, sebagai kesimpulan mengenai manusia menurut agama Islam ini adalah baik kalau kita ikuti penjelasan Profesor M. Quraish Shihab (penafsir al-Qur'an Indonesia terkemuka) tentang manusia yang beliau angkat langsung dari Al-Qur' an yang menjadi sumber utama agama Islam, walaupun apa yang beliau tulis ada yang sudah disebut di depan. Menurut beliau Al-Qur'an banyak memberi informasi tentang manusia dalam berbagai aspeknya.
Tidak sedikit ayat Al-Qur'an yang berbicara tentang manusia, bahkan manusia adalah makhluk pertama yang disebut dua kali dalam rangkaian wahyu pertama (Q.S. Al-Alaq : 1 -5). Di satu sisi manusia sering mendapat pujian Tuhan. Dibandingkan dengan makhluk-makhluk lain, ia mempunya kapasitas yang paling tinggi (Q.S. Hud :3), mempunyai kecenderungan untuk dekat kepada Tuhan melalui kesadarannya tentang kehadiran Tuhan yang terdapat jauh di bawah alam sadarnya (Q.S. Ar-Rum : 43). Manusia diberi kebebasan dan kemerdekaan serta kepercayaan penuh untuk memilih jalannya masing- masing (Q.S. Al-Ahzab : 72; al-Ihsan :2-3). Ia diberi kesadaran moral untuk memilih mana yang baik mana yang buruk, sesuai dengan hati nuraninya atas bimbingan wahyu (Q.S. Asy-Syams (91): 7-8). Manusia dimuliakan Tuhan dan diberi kesempurnaan dibandingkan dengan makhluk lainnya (Q.S. Al-Isra :70), diciptakan Tuhan dalam bentuk yang sebaik-baiknya (Q.S. At-Tin (95):4). Namun di sisi lain, manusia ini juga mendapat celaan Tuhan, amat aniaya dan mengikari nikmat (Q.S. Ibrahim : 34), sangat banyak membantah (Q.S. Al-Hajj :67) dankelemahan lainyangtelah disebut di depan. Dengan mengemukakan sisi pujian dan celaan tidak berarti bahwa ayat-ayat Al-Qur'an bertentangan satu sama lain, tetapi hal itu menunjukkan potensi manusiawi untuk menempati tempat terpuji, atau meluncur ke tempat tercela. Al-Qur'an seperti telah disebut di muka, menjelaskan bahwa manusia diciptakan dari tanah, kemudian setelah sempurna kejadiannya, Tuhan menghembuskan kepadanya Ruh ciptaan-Nya (Q.S.Sad : 71-72). Dengan "tanah" manusia dipengaruhi oleh kekuatan alam seperti makhluk-makhluk lain,sehingga butuh makan, minum, hubungan kelamin, dan sebagainya. Dengan ruh (ciptaan) Tuhan ia diantar ke arah tujuan nonmateri yang tidak berbobot, tidak bersubstansi dan tidak dapat diukur di laboratorium, tidak dikenal oleh alam materi.Dimensi spiritual inilah yang mengantar manusia untuk cenderung kepada keindahan, pengorbanan,kesetiaan, pemujaan dan sebagainya. Ia mengantarkan mereka ke suatu realitas yang Maha Sempurna,tanpa cacat, tanpa batas dan tanpa akhir:..."dan sesungguhnya kepada Tuhan-mulah berakhirnya segala sesuatu (Q. S. An-Najm : 42). "Hai manusia,sesungguhnya engkau telah bekerj a dengan penuh kesungguhan menuj u Tuhanmu dan kamu pasti akan menemui-Nya" (Q.S. Al-Insyiqaq :6).
Dengan berpegang kepada pandangan ini, manusia akan berada dalam satu alam yang hidup,bermakna, serta tak terbatas, yang dimensinya melebar keluar melampui dimensi "tanah", yang material itu.
Al-Qur'an tidak memandang manusia sebagai makhluk yang tercipta secara kebetulan, atau tercipta dari kumpulan atom, tapi diciptakan setelah sebelumnya direncanakan untuk mengemban tugas mengabdi dan menjadi khalifah yang telah disebutkan di atas. "Sesungguhnya Aku hendak menjadikan seorang khalifah di bumi"(Q.S. Al-Baqarah :30). Untuk mengemban tugas sebagai khalifah manusia dibekali Tuhan potensi dan kekuatan positif untuk mengubah corak kehidupan di dunia ke arah yang lebih baik (Q.S. Ar-Ra'd : 11). Ditundukkan dan dimudahkan Allah baginya untuk mengelola dan memanfaatkan alam semesta (Q.S. Al-Jatsiyah : 12-13). Antara lain, ditetapkan arah yang harus ia tuju (Q.S. Az-Zariyat :56) serta dianugerahkan kepadanya petunjuk untuk menjadi pelita dalam perjalanannya (Q.S. al- Baqarah:38), dan ditetapkan tujuan hidupnya, yakni mengabdi kepada Ilahi (Q.S. Az-Zariyat : 56). (M. Quraish Shihab, 1992:69-70).

http://iabdurrahman.blogspot.com./

Tidak ada komentar: